BIOGRAFI PELUKIS INDONESIA
DAFTAR ISI :
Biografi pelukis – pelukis indonesia
1)
Raden saleh
2)
Affandi
3)
Sindudarsono sudjojono
4)
Basoeki Abdullah
5)
Agus djaya suminta
6)
Otto jaya
7)
Popo iskandar
Raden Saleh adalah seorang
pelukis dengan nama besar yang cukup terkenal dan menjadi bagian dari sejarah seni rupa di Indonesia.
Ibunya bernama Mas Adjeng Zarip Hoesen, tinggal di daerah Terboyo, dekat Semarang. Sejak usia 10 tahun, ia diserahkan pamannya, Bupati Semarang, kepada orang-orang Belanda atasannya di Batavia. Kegemaran menggambar mulai menonjol sewaktu bersekolah di sekolah rakyat (Volks-School).
Keramahannya bergaul memudahkannya
masuk ke lingkungan orang Belanda dan lembaga-lembaga elite Hindia-Belanda.
Seorang kenalannya, Prof. Caspar Reinwardt, pendiri Kebun Raya Bogor sekaligus
Direktur Pertanian, Kesenian, dan Ilmu Pengetahuan untuk Jawa dan pulau
sekitarnya, menilainya pantas mendapat ikatan dinas di departemennya. Kebetulan
di instansi itu ada pelukis keturunan Belgia, A.A.J. Payen yang didatangkan
dari Belanda untuk membuat lukisan pemandangan di Pulau Jawa untuk hiasan
kantor Departemen van Kolonieen di Belanda. Payen tertarik pada bakat Raden Saleh dan berinisiatif
memberikan bimbingan.
Payen memang tidak menonjol di kalangan
ahli seni lukis di Belanda, namun
mantan mahaguru Akademi Senirupa di Doornik, Belanda, ini cukup membantu Raden
Saleh mendalami seni lukis Barat dan belajar teknik pembuatannya, misalnya
melukis dengan cat minyak. Payen juga mengajak pemuda Saleh dalam perjalanan
dinas keliling Jawa mencari model pemandangan untuk lukisan. Ia pun menugaskan
Raden Saleh menggambar tipe-tipe orang Indonesia di daerah yang disinggahi.
Terkesan dengan bakat luar biasa anak
didiknya, Payen mengusulkan agar Raden Saleh bisa belajar ke Belanda. Usul ini
didukung oleh Gubernur Jenderal G.A.G.Ph. van der Capellen yang memerintah
waktu itu (1819-1826), setelah ia melihat karya Raden Saleh.
Tahun 1829, nyaris bersamaan dengan
patahnya perlawanan Pangeran Diponegoro oleh Jenderal Hendrik Merkus de Kock,
Capellen membiayai Saleh belajar ke Belanda. Namun, keberangkatannya itu
menyandang misi lain. Dalam surat seorang pejabat tinggi Belanda untuk
Departemen van Kolonieen tertulis, selama perjalanan ke Belanda Raden Saleh
bertugas mengajari Inspektur Keuangan Belanda de Linge tentang adat-istiadat
dan kebiasaan orang Jawa, Bahasa Jawa, dan Bahasa Melayu. Ini menunjukkan
kecakapan lain Raden Saleh.
Belajar
ke eropa
Semasa belajar di Belanda keterampilannya berkembang pesat. Wajar ia dianggap saingan berat sesama pelukis muda Belanda yang sedang belajar. Para pelukis muda itu mulai melukis bunga. Lukisan bunga yang sangat mirip aslinya itu pun diperlihatkan ke Raden Saleh. Terbukti, beberapa kumbang serta kupu-kupu terkecoh untuk hinggap di atasnya. Seketika keluar berbagai kalimat ejekan dan cemooh. Merasa panas dan terhina, diam-diam Raden saleh menyingkir.
Semasa belajar di Belanda keterampilannya berkembang pesat. Wajar ia dianggap saingan berat sesama pelukis muda Belanda yang sedang belajar. Para pelukis muda itu mulai melukis bunga. Lukisan bunga yang sangat mirip aslinya itu pun diperlihatkan ke Raden Saleh. Terbukti, beberapa kumbang serta kupu-kupu terkecoh untuk hinggap di atasnya. Seketika keluar berbagai kalimat ejekan dan cemooh. Merasa panas dan terhina, diam-diam Raden saleh menyingkir.
Ketakmunculannya selama berhari-hari
membuat teman-temannya cemas. Muncul praduga, pelukis Indonesia itu berbuat
nekad karena putus asa. Segera mereka ke rumahnya dan pintu rumahnya terkunci
dari dalam. Pintu pun dibuka paksa dengan didobrak. Tiba-tiba mereka saling
jerit. “Mayat Raden Saleh” terkapar di lantai berlumuran darah. Dalam suasana
panik Raden Saleh muncul dari balik pintu lain. “Lukisan kalian hanya
mengelabui kumbang dan kupu-kupu, tetapi gambar saya bisa menipu manusia”,
ujarnya tersenyum. Para pelukis muda Belanda itu pun kemudian pergi.
Itulah salah satu pengalaman menarik Raden
Saleh sebagai cermin kemampuannya. Dua tahun pertama ia pakai untuk memperdalam
bahasa Belanda dan belajar teknik mencetak menggunakan batu. Sedangkan soal
melukis, selama lima tahun pertama, ia belajar melukis potret dari Cornelis
Kruseman dan tema pemandangan dari Andries Schelfhout karena karya mereka
memenuhi selera dan mutu rasa seni orang Belanda saat itu. Krusseman adalah
pelukis istana yang kerap menerima pesanan pemerintah Belanda dan keluarga
kerajaan.
Raden Saleh makin mantap memilih seni lukis
sebagai jalur hidup. Ia mulai dikenal, malah berkesempatan berpameran di Den
Haag dan Amsterdam. Melihat lukisan Raden Saleh, masyarakat Belanda
terperangah. Mereka tidak menyangka seorang pelukis muda dari Hindia dapat
menguasai teknik dan menangkap watak seni lukis Barat.
Saat masa belajar di Belanda usai,
Raden Saleh mengajukan permohonan agar boleh tinggal lebih lama untuk belajar
“wis-, land-, meet- en werktuigkunde (ilmu pasti, ukur tanah, dan pesawat),
selain melukis. Dalam perundingan antara Menteri Jajahan, Raja Willem I
(1772-1843), dan pemerintah Hindia Belanda, ia boleh menangguhkan kepulangan ke
Indonesia. Tapi beasiswa dari kas pemerintah Belanda dihentikan.
Saat pemerintahan Raja Willem II
(1792-1849) ia mendapat dukungan serupa. Beberapa tahun kemudian ia dikirim ke
luar negeri untuk menambah ilmu, misalnya Dresden, Jerman. Di sini ia tinggal
selama lima tahun dengan status tamu kehormatan Kerajaan Jerman, dan diteruskan
ke Weimar, Jerman (1843). Ia kembali ke Belanda tahun 1844. Selanjutnya ia
menjadi pelukis istana kerajaan Belanda.
Wawasan seninya pun makin berkembang
seiring kekaguman pada karya tokoh romantisme Ferdinand Victor Eugene Delacroix
(1798-1863), pelukis Perancis legendaris. Ia pun terjun ke dunia pelukisan
hewan yang dipertemukan dengan sifat agresif manusia. Mulailah pengembaraannya
ke banyak tempat, untuk menghayati unsur-unsur dramatika yang ia cari.
Saat di Eropa, ia menjadi saksi mata
revolusi Februari 1848 di Paris, yang mau tak mau mempengaruhi dirinya. Dari
Perancis ia bersama pelukis Prancis kenamaan, Horace Vernet, ke Aljazair untuk
tinggal selama beberapa bulan di tahun 1846. Di kawasan inilah lahir ilham
untuk melukis kehidupan satwa di padang pasir. Pengamatannya itu membuahkan
sejumlah lukisan perkelahian satwa buas dalam bentuk pigura-pigura besar.
Negeri lain yang ia kunjungi: Austria dan Italia. Pengembaraan di Eropa
berakhir tahun 1851 ketika ia pulang ke Hindia bersama istrinya, wanita Belanda
yang kaya raya.
Tak banyak catatan sepulangnya di Hindia. Ia dipercaya menjadi konservator pada “Lembaga Kumpulan Koleksi Benda-benda Seni”. Beberapa lukisan potret keluarga keraton dan pemandangan menunjukkan ia tetap berkarya. Yang lain, ia bercerai dengan istri terdahulu lalu menikahi gadis keluarga ningrat keturunan Keraton Solo.Di Batavia ia tinggal di rumah di sekitar Cikini. Gedungnya dibangun sendiri menurut teknik sesuai dengan tugasnya sebagai seorang pelukis. Sebagai tanda cinta terhadap alam dan isinya, ia menyerahkan sebagian dari halamannya yang sangat luas pada pengurus kebun binatang.
Tak banyak catatan sepulangnya di Hindia. Ia dipercaya menjadi konservator pada “Lembaga Kumpulan Koleksi Benda-benda Seni”. Beberapa lukisan potret keluarga keraton dan pemandangan menunjukkan ia tetap berkarya. Yang lain, ia bercerai dengan istri terdahulu lalu menikahi gadis keluarga ningrat keturunan Keraton Solo.Di Batavia ia tinggal di rumah di sekitar Cikini. Gedungnya dibangun sendiri menurut teknik sesuai dengan tugasnya sebagai seorang pelukis. Sebagai tanda cinta terhadap alam dan isinya, ia menyerahkan sebagian dari halamannya yang sangat luas pada pengurus kebun binatang.
Kini kebun binatang itu menjadi Taman
Ismail Marzuki. Sementara rumahnya menjadi Rumah Sakit Cikini, Jakarta.
Tahun 1875 ia berangkat lagi ke Eropa
bersama istrinya dan baru kembali ke Jawa tahun 1878. Selanjutnya, ia menetap
di Bogor sampai wafatnya pada 23 April 1880 siang hari, konon karena diracuni
pembantu yang dituduh mencuri lukisannya. Namun dokter membuktikan, ia
meninggal karena trombosis atau pembekuan darah.
Tertulis pada nisan makamnya di
Bondongan, Bogor, “Raden Saleh Djoeroegambar dari Sri Padoeka Kandjeng Radja
Wolanda”. Kalimat di nisan itulah yang sering melahirkan banyak tafsir yang
memancing perdebatan berkepanjangan tentang visi kebangsaan Raden Saleh.
AFFANDI
adalah seorang
pelukis yang dikenal sebagai Maestro Seni Lukis Indonesia, mungkin pelukisIndonesia yang paling terkenal di dunia internasional, berkat gaya ekspresionisnya
yang khas. Pada tahun1950-an ia banyak mengadakan pameran tunggal di India,
Inggris,
Eropa, dan, Amerika
Serikat.
Affandi dilahirkan diCirebonpada tahun1907, putra dari R.Koesoema, seorang mantri ukur di pabrik gula
di Ciledug,Cirebon. Dari segi pendidikan, ia termasuk seorang yangmemiliki pendidikan formal yang cukup tinggi. Bagi orang-orang segenerasinya,memperoleh
pendidikan HIS,MULO, dan selanjutnya tamat dariAMS,termasuk pendidikan yang hanya diperoleh oleh segelintir
anak negeri. Namun, bakat seni lukisnya yang sangat kental mengalahkan disiplin ilmu lain
dalam kehidupannya, dan memang telah menjadikannamanya
tenar sama dengan tokoh atau pemuka bidang lainnya.Pada umur 26 tahun, pada tahun1933, Affandi menikah dengan Maryati, gadis kelahiranBogor . Affandi dan Maryati dikaruniai seorang
putri yang nantinya akan mewarisi bakatayahnya
sebagai pelukis, yaituKartika
Affandi.Sebelum mulai melukis, Affandi pernah menjadi guru dan pernah juga bekerja sebagaitukang sobek karcis dan pembuat gambar reklame bioskop di salah satu gedung bioskop diBandung. Pekerjaan ini tidak lama
digeluti karena Affandi lebih tertarik pada bidang senilukis. Sekitar tahun 30-an, Affandi bergabung dalam kelompok Lima Bandung, yaitukelompok lima pelukis Bandung. Mereka itu adalahHendra
Gunawan,Barli, Sudarso, dan Wahdiserta Affandi yang dipercaya menjabat sebagai pimpinan
kelompok. Kelompok inimemiliki
andil yang cukup besar dalam perkembangan seni rupa di Indonesia. Kelompok ini berbeda denganPersatuan Ahli Gambar Indonesia(Persagi) pada tahun1938, melainkan sebuah kelompok belajar bersama dan kerja sama saling membantu sesama
pelukis.Pada tahun1943, Affandi mengadakan pameran tunggal pertamanya di Gedung PoeteraDjakarta yang saat itu sedang berlangsung pendudukan
tentara Jepang di Indonesia. EmpatSerangkai--yang terdiri dari Ir.Soekarno, Drs. MohammadHatta,Ki Hajar Dewantara, dan Kyai Haji Mas Mansyur --memimpin Seksi Kebudayaan Poetera (Poesat Tenaga Rakyat)untuk ikut ambil bagian. Dalam Seksi
Kebudayaan Poetera ini Affandi bertindak sebagaitenaga
pelaksana danS. Soedjojonosebagai
penanggung jawab, yang langsung mengadakanhubungan dengan Bung Karno.Ketika republik ini diproklamasikan1945, banyak pelukis ambil bagian.
Gerbong-gerbongkereta dan tembok-tembok ditulisi antara lain "Merdeka atau
mati!". Kata-kata itu diambil dari penutup pidatoBung Karno.
Semasa
hidupnya, ia telah menghasilkan lebih dari 2.000 karya lukis. Karya-karyanya
yangdipamerkan ke berbagai negara di dunia,
baik di Asia, Eropa, Amerika maupun Australiaselalu memukau pecinta seni lukis
dunia. Pelukis yang meraih gelar Doktor Honoris Causadari University of
Singapore tahun 1974 ini dalam mengerjakan lukisannya, lebih seringmenumpahkan langsung
cairan cat dari tube-nya kemudian menyapu cat itu dengan jari- jarinya,
bermain dan mengolah warna untuk mengekspresikan apa yang ia lihat dan
rasakantentang sesuatu.Dalam perjalanannya
berkarya, pemegang gelar Doctor Honoris Causa dari University of Singapore tahun 1974, ini dikenal sebagai seorang pelukis yang menganut aliranekspresionisme atau abstrak. Sehingga seringkali
lukisannya sangat sulit dimengerti olehorang
lain terutama oleh orang yang awam tentang dunia seni lukis jika tanpa
penjelasannya. Namun bagi pecinta lukisan hal demikianlah yang menambah
daya tariknya.Kesederhanaan cara berpikirnya terlihat saat
suatu kali, Affandi merasa bingung sendiriketika
kritisi Barat menanyakan konsep dan teori lukisannya. Oleh para kritisi Barat,
lukisanAffandi dianggap memberikan corak baru aliranekspresionisme. Tapi ketika itu justruAffandi
balik bertanya,
Aliran apa itu?
.Bahkan hingga saat tuanya, Affandi membutakan diri dengan teori-teori. Bahkan ia dikenalsebagai pelukis yang tidak suka membaca. Baginya, huruf-huruf yang kecil dan renik dianggapnya
momok besar.Bahkan, dalam keseharian, ia sering mengatakan bahwa dirinya adalah pelukis kerbau, julukan yang diakunya karena dia merasa sebagai
pelukis bodoh. Mungkin karena kerbauadalah binatang yang dianggap dungu dan
bodoh.
Sikap sang
maestroyang tidak gemar berteori
dan lebih suka bekerja secara nyata ini dibuktikan dengan kesungguhan
dirinyamenjalankan profesi sebagai pelukis yang tidak cuma musiman pameran.
Bahkan terhadap bidang yang dipilihnya, dia tidak overacting.Misalnya jawaban Affandi setiap kali ditanya kenapa dia melukis. Dengan enteng, diamenjawab,
Saya melukis karena saya tidak bisa mengarang, saya tidak
pandai omong. Bahasa yang saya
gunakan adalah bahasa lukisan.
Bagi Affandi, melukis adalah bekerja.Dia melukis seperti
orang lapar. Sampai pada kesan elitis soal sebutan pelukis, dia hanyaingin disebut sebagai
.Lebih jauh ia berdalih bahwa dirinya tidak cukup
punya kepribadian besar untuk disebutseniman, dan ia tidak meletakkan kesenian
di atas kepentingan keluarga.
Kalau
anak saya sakit, saya pun akan
berhenti melukis,ucapnya.
Sampai ajal menjemputnya pada Mei 1990, ia tetap
menggeluti profesi sebagai pelukis.Kegiatan yang telah menjadi bagian dari hidupnya. Ia dimakamkan tidak jauh dari museumyang didirikannya itu.
Museum Affandi. Kopi dari lukisan diri yang dibuat oleh pelukis Affandi sendiri Museum yang diresmikan oleh Fuad Hassan, MenteriPendidikan dan Kebudayaan ketika itu dalam sejarahnya telah pernah dikunjungi oleh Mantan PresidenSoehartodan MantanPerdana Menteri Malaysia Dr.Mahathir Mohammad padaJuni
1988kala keduanya masih berkuasa. Museum ini didirikantahun
1973 di atas tanah yang menjadi tempat tinggalnya.Saat ini, terdapat sekitar 1.000-an lebih lukisan diMuseumAffandi, dan 300-an di antaranya adalah karya Affandi.Lukisan-lukisan
Affandi yang dipajang di galeri I adalah karyarestropektif yang punya nilai kesejarahan mulai
dari awal karirnya hingga selesai, sehinggatidak
dijual. Sedangkan galeri II adalah lukisan teman-teman Affandi, baik yang masih
hidupmaupun yang sudah meninggal sepertiBasuki
Abdullah,Popo Iskandar ,Hendra,Rusli,Fajar
Sidik , dan
lain-lain. Adapun galeri III berisi lukisan-lukisan keluarga Affandi.Di dalam galeri III yang selesai dibangun tahun1997, saat ini terpajang lukisan-lukisanterbaruKartika Affandiyang dibuat pada tahun 1999. Lukisan itu antara lain
"Apa yangHarus Kuperbuat" (Januari 99), "Apa Salahku? Mengapa
ini Harus Terjadi" (Februari 99),"Tidak Adil" (Juni 99), "Kembali Pada Realita Kehidupan, Semuanya KuserahkanKepadaNya" (Juli 99), dan lain-lain. Ada pula
lukisan Maryati, Rukmini Yusuf, serta JukiAffandi
SINDUDARSONO SUDJOJONO
Sindudarsono Sudjojono, Nama
Panggilan: Pak Djon, dia Lahir diKisaran, Sumatera Utara, 14Desember 1913 dan
Meninggal di Jakarta, 25 Maret 1985, Agamanya adakah Kristen, dan Isterinya Mia
Bustam yg akhirnya bercerai dan menikah Rose Pandanwangi (penyanyi seriosa) dan
memiliki Anak 14 orang.www.Sotrex.xtgem.com
Sindudarsono Sudjojono (1913-1985)
Bapak Seni Lukis Indonesia Modern
Dia pionir yang mengembangkan seni lukis modern khas
Indonesia. Pantas saja komunitas seniman, menjuluki pria bernama lengkap
Sindudarsono Sudjojono yang akrab dipanggil Pak Djon ini dijuluki Bapak
Seni Lukis Indonesia Baru. Dia salah seorang pendiri Persatuan Ahli Gambar Indonesia (Persagi) di Jakarta tahun 1937
yang merupakan awal sejarah seni rupa modern di Indonesia. Pelukis besar kelahiran Kisaran, Sumatra Utara, 14
Desember 1913, ini sangat menguasaiteknik
melukis dengan hasil lukisan yang berbobot. Dia guru bagi beberapa pelukisIndonesia. Selain itu, dia mempunyai pengetahuan
luas tentang seni rupa. Dia kritikus senirupa pertama di Indonesia.Ia
seorang nasionalis yang menunjukkan pribadinya melalui warna-warna dan pilihan
subjek. Sebagai kritikus seni rupa, dia
sering mengecam Basoeki Abdullah sebagai tidak nasionalistis, karena
melukis perempuan cantik dan pemandangan alam. Sehingga Pak Djon dan Basuki
dianggap sebagai musuh bebuyutan, bagai air dan api, sejak 1935. Tapi beberapa bulan sebelum Pak Djon meninggal di
Jakarta, 25 Maret 1985, pengusahaCiputra mempertemukan Pak Djon dan Basuki
bersama Affandi dalam pameran bersama diPasar Seni Ancol, Jakarta. Sehingga Menteri P&K Fuad Hassan, ketika
itu, menyebut pameran bersama
ketiga raksasa seni lukis itu merupakan peristiwa sejarah yang penting. Pak
Djon lahir dari keluarga transmigran asal Pulau Jawa, buruh perkebunan di
Kisaran, Sumatera Utara. Namun sejak
usia empat tahun, ia menjadi anak asuh. Yudhokusumo,seorang guru HIS, tempat Djon kecil sekolah, melihat
kecerdasan dan bakatnya dan mengangkatnya
sebagai anak. Yudhokusumo, kemudian membawanya ke Batavia tahun1925.
Djon menamatkan HIS di Jakarta. Kemudian SMP di Bandung
dan SMA Taman Siswa diYogyakarta. Dia pun sempat kursus montir sebelum belajar
melukis pada RM Pirngadieselama beberapa bulan dan pelukis
Jepang Chioji Yazaki di Jakarta.Bahkan
sebenarnya pada awalnya di lebih mempersiapkan diri menjadi guru
daripada pelukis. Dia sempat mengajar di Taman Siswa. Setelah lulus Taman
Guru di PerguruanTaman Siswa Yogyakarta, ia ditugaskan Ki Hajar
Dewantara untuk membuka sekolah baru diRogojampi, Madiun tahun 1931. Namun, Sudjojono yang berbakat melukis dan
banyak membaca tentang seni lukis modernEropa, itu akhirnya lebih
memilih jalan hidup sebagai pelukis. Pada tahun 1937, dia pun ikut pameran bersama pelukis Eropa di Kunstkring
Jakarya, Jakarta. Keikutsertaannya pada pameran itu, sebagai awal
yang memopulerkan namanya sebagai pelukis. Bersama
sejumlah pelukis, ia mendirikan Persagi (Persatuan Ahli-ahli Gambar Indonesia),1937.
Sebuah serikat yang kemudian dianggap sebagai awal seni rupa modern Indonesia.
Dia sempat menjadi sekretaris dan juru bicara Persagi. Sudjojono,
selain piawai melukis, juga banyak menulis dan berceramah tentang pengembangan
seni lukis modern. Dia menganjurkan dan menyebarkan gagasan, pandangandan sikap tentang lukisan, pelukis dan peranan
seni dalam masyarakat dalam banyak tulisannya. Maka, komunitas
pelukis pun memberinya predikat: Bapak Seni Lukis IndonesiaBaru.Lukisannya punya ciri khas kasar, goresan dan
sapuan bagai dituang begitu saja ke kanvas. Objek lukisannya lebih menonjol
pada pemandangan alam, sosok manusia, serta suasana. Pemilihan objek itu lebih didasari hubungan batin,
cinta, dan simpati sehingga tampak bersahaja. Lukisannya yang
monumental antara lain berjudul: Di Depan Kelambu Terbuka,Cap Go Meh, Pengungsi dan Seko. Dalam komunitas
seni-budaya, kemudian Djon masuk Lekra, lalu masuk PKI. Dia sempat
terpilih mewakili partai itu di parlemen. Namun pada1957, ia membelot. Salah satu alasannya, bahwa
buat dia eksistensi Tuhan itu positif,sedangkan
PKI belum bisa memberikan jawaban positif atas hal itu. Di samping ada alasanlain
yang tidak diungkapkannya yang juga diduga menjadi penyebab Djon menceraikan
istri pertamanya, Mia Bustam. Lalu dia
menikah lagi dengan penyanyi seriosa, RosePandanwangi. Nama isterinya ini lalu diabadikannya dalam nama Sanggar
Pandanwangi.Dari pernikahannya dia dianugerahi 14 anak.
Di tengah kesibukannya, dia rajin
berolah raga. Bahkan pada masa mudanya, Djon tergabungdalam kesebelasan Indonesia Muda, sebagai kiri luar, bersama Maladi
(bekas menteri penerangan dan olah raga) sebagai kiper dan Pelukis
Rusli kanan luar.Itulah Djon yang sejak
1958 hidup sepenuhnya dari lukisan. Dia juga tidak sungkanmenerima pesanan, sebagai suatu cara profesional
dan halal untuk mendapat uang. Pesananitu, juga sekaligus merupakan
kesempatan latihan membuat bentuk, warna dan komposisi.Ada beberapa karya
pesanan yang dibanggakannya. Di antaranya, pesanan pesanan Gubernur DKI, yang melukiskan adegan pertempuran Sultan
Agung melawan Jan Pieterszoon Coen,1973. Lukisan ini berukuran 300310
meter, ini dipajang di Museum DKI Fatahillah.Secara
profesional, penerima Anugerah Seni tahun 1970, ini sangat menikmatikepopulerannya sebagai seorang pelukis ternama.
Karya-karyanya diminati banyak orang dengan harga yang sangat tinggi di
biro-biro lelang luar negeri. Bahkan setelah dia meninggal pada tanggal 25 Maret 1985 di Jakarta,
karya-karyanya masih dipamerkan di beberapatempat, antara lain di: Festival of Indonesia (USA, 1990-1992); Gate
Foundation(Amsterdam, Holland, 1993);
Singapore Art Museum (1994); Center for Strategic andInternational Studies (Jakarta, Indonesia, 1996);
ASEAN Masterworks (Selangor, KualaLumpur, Malaysia, 1997-1998)
Basuki
Abdullah
Basoeki
Abdullah lahir diSurakarta,Jawa
Tengah,25 Januari 1915– wafat5
November 1993dalam umur 78 tahun. Dia adalah
salah seorang maestro pelukis Indonesia. Ia dikenal sebagai pelukis aliran realis dan
naturalis. Ia pernah diangkat menjadi pelukis resmi Istana Merdeka Jakarta
dan karya-karyanya menghiasi istana-istana negara dan kepresidenan Indonesia, disamping menjadi barang koleksi dari berbagai penjuru
dunia.Bakat melukisnya terwarisi dari ayahnya Abdullah Suryosubro yang juga seorang pelukis dan penari. Sedangkan
kakeknya adalah seorang tokoh Pergerakan Kebangkitan Nasional Indonesia pada awal tahun 1900-an yaitu Doktor Wahidin Sudirohusodo. Sejak umur 4 tahun Basoeki Abdullah
mulai gemar
melukis beberapa tokoh terkenal diantaranya Mahatma Gandhi, Rabindranath Tagore,Yesus Kristusdan Krishnamurti.Pendidikan formal Basoeki Abdullah diperoleh di
HIS Katolik dan Mulo Katolik diSolo. Berkat bantuan Pastur
Koch SJ, Basoeki Abdullah pada tahun 1933 memperoleh beasiswa untuk belajar di
Akademik Seni Rupa Academic Voor Beldeende Kunsten
di DenHaag, Belanda, dan menyelesaikan studinya dalam waktu 3 tahun dengan meraih penghargaanSertifikat
Royal International of
Art (RIA).
Aktivitas
Lukisan "Kakak dan Adik" karya Basoeki Abdullah
(1978).Kini disimpan di Galeri Nasional
Indonesia, Jakarta.Pada masa Pemerintahan Jepang,
Basoeki Abdullah bergabung dalam Gerakan Poetra atau Pusat Tenaga
Rakyat yang dibentuk pada tanggal 19 Maret 1943. Di dalam Gerakan Poetra iniBasoeki
Abdullah mendapat tugas mengajar seni lukis. Murid-muridnya antara lain Kusnadi (pelukis dan kritikus seni rupaIndonesia) dan Zaini (pelukis impresionisme). Selainorganisasi Poetra, Basoeki Abdullah juga aktif
dalam Keimin Bunka Sidhosjo (sebuah Pusat Kebudayaan milik
pemerintahJepang) bersama-samaAffandi, S.Sudjoyono, Otto Djaya dan Basoeki Resobawo.Di masa revolusi Bosoeki Abdullah tidak berada di
tanah air yang sampai sekarang belum jelas apa yang melatarbelakangi hal tersebut. Jelasnya pada tanggal 6 September 1948 bertempat di New York Amsterdamse waktu penobatan Ratu Yuliana dimana diadakan sayembara
melukis, Basoeki Abdullah berhasil mengalahkan 87 pelukisEropadan berhasilkeluar sebagai pemenang.
Kehidupan
Pribadi
Basoeki
Abdullah selain seorang pelukis juga pandai menari dan sering tampil dengan
tarian wayang orang sebagaiRahwana
atau Hanoman. Beliau tidak hanya menguasai soal kewayangan, budaya
Jawa di mana ia berasal tetapi juga menggemari komposisi-kompasisi Franz Schubert,
Beethoven dan Paganini,
dengan demikian wawasannya
sebagai seniman luas dan tidak Jawasentris. Basoeki Abdullah menikah empat kali. Istri
pertamanya Yoshepin (orang Belanda) tetapi kemudian berpisah, mempunyai anak
bernama Saraswati. Kemudian menikah lagi denganMaya Michel (berpisah)
dan So Mwang Noi (bepisah pula). Terakhir menikah dengan Nataya Narerat
sampai akhir hayatnya dan mempunyai anak Cicilia Sidhawati Basoeki Abdullah
tewas dibunuh perampok di rumah kediamannya pada tanggal 5 November 1993.
Jenasahnya dimakamkan di Desa Mlati,Sleman,Yogyakarta
Komentar
Posting Komentar