BAB 1
PENDAHULUAN
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT , yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita, karena kehendaknyalah kami dapat menyelesaikan tugas ini, dan tak lupa pula kami kirimkan shalawat beserta salam kepada nabi Muhammad S.A.W yang membawa kita dari alam kebodohan sampai alam yang berpendidikan yang kita rasakan kali ini, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas kami dari guru. Kami harap bisa memberi pelajaran kepada kita semuanya.
Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT , yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita, karena kehendaknyalah kami dapat menyelesaikan tugas ini, dan tak lupa pula kami kirimkan shalawat beserta salam kepada nabi Muhammad S.A.W yang membawa kita dari alam kebodohan sampai alam yang berpendidikan yang kita rasakan kali ini, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas kami dari guru. Kami harap bisa memberi pelajaran kepada kita semuanya.
Secara
garis besar tugas ini adalah mengenai kerajaan yang ada di Indonesia, baik
kerajaan kutai, tarumanegara, sriwijaya dan kerajaan maja pahit.
kami mengucapkan
terima kasih kepada orang tua, guru – guru , serta teman yang seperjuangan,
karena tanpa kalian mungkin kami tidak bisa menyelesaikan tugas ini.
kami
berharap , semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi para pembaca atau yang
membutuhkannya, dan bersama – sama ikut serta meningkatkan mutu pendidikan dan
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Akhirnya
kamipun sadar bahwa tugas yang kami buat ini belum sempurna, karena
keterbatasan pengetahuan , dan kami masih dalam proses belajar, oleh karena itu
kami mohon maaf kalau ada kesalahan dalam tugas yang kami kerjakan ini. Kritik
dan saran merupakan hal yang ditunggu oleh kami untuk memperbaiki tugas ini
Penyusun
DAFTAR ISI
1)
BAB 1
PENDAHULUAN
·
Kata pengantar
·
Daftar
isi
2) BAB
2 SEJARAH KERAJAAN INDONESIA
·
Sejarah kerajaan Kutai
·
Sejarah kerajaan Sriwijaya
·
Sejarah kerajaan Majapahit
3) BAB
3 PENUTUP
·
Daftar
pustaka
BAB 2
SEJARAH KERAJAAN KUTAI DI INDONESIA
A . Letak
Kerajaan
Kerajaan kutai
adalah kerajaan tertua di Indonesia. Kerajaan ini terletak ditepi sungai
Mahakam di Muarakaman, Kalimantan Timur, dekat kota Tenggarong.
B . Pendiri
Dinasti
Diperkirakan Kerajaan Kutai berdiri pada
abad 4 M prasasti tersebut didirikan oleh Raja Mulawarman. Bukti sejarah
tentang kerajaan Kutai adalah ditemukannya tujuh prasasti yang berbentuk yupa
(tiang batu) tulisan yupa itu menggunakan huruf pallawa dan bahasa sansekerta.
Adapun isi
prasati tersebut menyatakan bahwa raja pertama Kerajaan Kutai bernama Kudungga.
Ia mempunyai seorang putra bernama Asawarman yang disebut sebagai wamsakerta
(pembentuk keluarga). Setelah meninggal, Asawarman digantikan oleh Mulawarman.
Penggunaan nama Asawarman dan nama-nama raja pada generasi berikutnya
menunjukkan telah masuknya pengaruh ajaran Hindu dalam kerajaan Kutai dan hal
tersebut membuktikan bahwa raja-raja Kutai adalah orang Indonesia asli yang
telah memeluk agama Hindu.
C . Kehidupan
Kerajaan
Kehidupan sosial
di Kerajaan Kutai merupakan terjemahan dari prasasti-prasasti yang ditemukan
oleh para ahli. Diantara terjemahan tersebut adalah sebagai berikut :
Masyarakat di Kerajaan Kutai tertata,
tertib dan teratur
Masyarakat di Kerajaan Kutai memiliki
kemampuan beradaptasi dengan budaya luar (India), mengikuti pola perubahan
zaman dengan tetap memelihara dan melestarikan budayanya sendiri.
D . Kehidupan
ekonomi di Kerajaan Kutai dapat diketahui dari dua hal berikut ini :
Letak geografis
Kerajaan Kutai berada pada jalur perdagangan antara Cina dan India. Kerajaan
Kutai menjadi tempat yang menarik untuk disinggahi para pedagang. Hal tersebut
memperlihatkan bahwa kegiatan perdagangan telah menjadi bagian dari kehidupan
masyarakat Kutai, disamping pertanian.
Keterangan tertulis pada prasasti yang
mengatakan bahwa Raja Mulawarman pernah memberikan hartanya berupa minyak dan
20.000 ekor sapi kepada para Brahmana.
E . Kehidupan
budaya masyarakat Kutai sebagai berikut :
Masyarakat Kutai adalah masyarakat yang
menjaga akar tradisi budaya nenek moyangnya.
Masyarakat yang sangat tanggap terhadap
perubahan dan kemajuan kebudayaan.
Menjunjung tingi semangat keagamaan dalam
kehidupan kebudayaannya.
F . Masuknya
Pengaruh Budaya
Masuknya
pengaruh budaya India ke Nusantara, menyebabkan budaya Indonesia mengalami
perubahan. Perubahan yang terpenting adalah timbulnya suatu sistem pemerintahan
dengan raja sebagai kepalanya. Sebelum budaya India masuk, pemerintahan hanya
dipimpin oleh seorang kepala suku.
Selain itu,
percampuran lainnya adalah kehidupan nenek moyang bangsa Indonesia mendirikan
tugu batu. Kebiasaan ini menunjukkan bahwa dalam menerima unsur-unsur budaya
asing, bangsa Indonesia bersikap aktif. Artinya bangsa Indonesia berusaha
mencari dan menyesuaikan unsur-unsur kebudayaan asing tersebut dengan
kebudayaan sendiri.
Bangsa Indonesia
mempunyai kebiasaan mendirikan tugu batu yang disebut menhir, untuk pemujaan
roh nenek moyang, sedangkan tugu batu (Yupa) yang didirikan oleh raja
Mulawarman digunakan untuk menambatkan hewan kurban.
Pada prasasti
itu juga diceritakan bahwa Raja Mulawaraman memerintah dengan bijaksna. Ia
pernah menghadiahkan ± 20.000 ekor sapi untuk korban kepada para brahmana /
pendeta. Dan dalam prasasti itu pun menyatakan bahwa Raja Aswawarman merupakan
pendiri dinasti, mengapa bukan ayahnya Kudungga yang menjadi pendiri dinasti
tetapi anaknya Aswawarman? Hal itu karena pada saat itu Raja Kudungga belum
memeluk agama Hindu, sehingga ia tidak bisa menjadi pendiri dinasti Hindu.
Dari Raja
Aswawarman menurunlah sampai Mulawarman, karena Mulawarman pun memeluk agama
Hindu. Hal itu diketahui dari penyebutan bangunan suci untuk Dewa Trimurti.
Bangunan itu disebut bangunan Wapraskewara dan di Gua Kembeng di Pedalaman
Kutai ada sejumlah arca-arca agama Hindu seperti Siwa dan Ganesa.
G . Bukti
Peninggalan
Bukti sejarah
Kerajaan Kutai ini adalah ditemukannya tujuh buah prasasti yang berbentuk Yupa
(tiang batu)
SEJARAH KERAJAAN SRIWIJAYA DI
INDONESIA
Kerajaan
Sriwijaya
Dalam sejarah Indonesia ada dua kerajaan
kuno yang selalu disebutkan sebagai kerajaan-kerajaan yang megah dan jaya, yang
melambangkan kemegahan dan kejayaan Indone¬sia di zaman dulu. Kedua kerajaan
itu adalah Sriwijaya dan Majapahit.
Lokasi Kerajaan
A. Kerajaan Sriwijaya
merupakan salah satu kerajaan besar yang bukan saja dikenal di wilayah
Indonesia, tetapi dikenal di setiap bangsa atau negara yang berada jauh di luar
Indo¬nesia. Hal ini disebabkan letak Kerajaan Sriwijaya yang sangat strategis
dan dekat dengan Selat Malaka. Telah kita ketahui, Selat Malaka pada saat itu
merupakan jalur perdagangan yang sangat ramai dan dapat menghubung-kan antara
pedagang-pedagang dari Cina dengan India maupun Romawi.
Dari tepian Sungai Must di Sumatra Selatan,
pengaruh Kerajaan Sriwijaya terus meluas yang mencakup Selat Malaka, Selat
Sunda, Selat Bangka, Laut Jawa bagian barat, Bangka, Jambi Hulu, dan mungkin
juga Jawa Barat (Tarumanegara), Semenanjung Malaya hingga ke Tanah Genting Kra.
Luasnya wilayah laut yang dikuasai Kerajaan Sriwijaya menjadikan Sriwijaya
sebagai kerajaan maritim yang besar pada zamannya.
B. Sumber Sejarah
Sumber-sumber sejarah yang mendukung
keberadaan Kerajaan Sriwijaya berasal dari berita asing dan prasasti-prasasti.
Berita Asing
Mengingat
Kerajaan Sriwijaya me¬rupakan kerajaan maritim dengan letak yang sangat
strategis, banyak pedagang-pedagang asing yang datang untuk melakukan aktivitas
di Kerajaan Sriwijaya. Untuk itu banyak ditemukan informasi mengenai keberadaan
Keraja¬an Sriwijaya ini. Berita asing tersebut antara lain sebagai berikut.
Berita Arab Dari
berita Arab dapat di-ketahui bahwa banyak pedagang Arab yang melakukan kegiatan
perdagangan di Kerajaan Sriwijaya. Bahkan di pusat Kerajaan Sriwijaya ditemukan
perkam-pungan-perkampungan orang-orang Arab sebagai tempat tinggal sementara.
Keberadaan Kerajaan Sriwijaya juga diketahui dari sebutan orang-orang Arab
terhadap Kerajaan Sriwijaya seperti Zabaq, Sabay, atau Sribusa.
Berita India
Dari berita India dapat diketahui bahwa raja dari Kerajaan Sri¬wijaya pernah
menjalin hubungan dengan raja-raja dari kerajaan yang ada di India seperti
Kerajaan Nalanda dan Kerajaan Chola.
Dengan Kerajaan
Nalanda disebutkan bahwa Raja Sriwijaya mendirikan satu prasasti yang dikenal
dengan nama Prasasti Nalanda. Dalam prasasti tersebut dinyatakan Raja Nalanda
yang bernama Raja Dewa Paladewa berkenan membebaskan 5 desa dari pajak. Sebagai
gantinya, kelima desa itu wajib membiayai para mahasiswa dari Kerajaan
Sriwijaya yang menuntut ilmu di Kerajaan Nalanda.
Di samping
menjalin hubungan dengan Kerajaan Nalanda, Kerajaan Sriwijaya juga menjalin
hubungan dengan Kerajaan Chola (Cholamandala) yang terletak di India Selatan.
Hubungan ini menjadi retak setelah Raja Rajendra Chola ingin menguasai Selat
Malaka.
Berita Cina Dari
berita Cina, dapat diketahui bahwa pedagang-pedagang Kerajaan Sriwijaya telah
menjalin hubungan perdagangan dengan pedagang-pedagang Cina. Para pedagang Cina
sering singgah di Kerajaan Sriwijaya untuk selanjutnya meneruskan perjalanannya
ke India maupun Romawi.
Berita dalam Negeri
Berita-berita
dalam negeri berasal dari prasasti-prasasti yang dibuat oleh raja-raja dari
Kerajaan Sriwijaya. Prasasti tersebut sebagian besar mengguna-kan huruf Pallawa
dan bahasa Melayu Kuno. Prasasti itu antara lain sebagai berikut.
Prasasti Kedukan
Bukit Prasasti berangka tahun 684 M itu menyebutkan bahwa Raja Sriwijaya
bernama Dapunta Hyang membawa tentara sebanyak 20.000 orang berhasil
menundukkan Minangatamwan. Dengan kemenangan itu, Kerajaan Sriwijaya menjadi
makmur. Daerah yang dimaksud Minangatamwan itu kemungkinan adalah daerah Binaga
yang terletak di Jambi. Daerah itu sangat strategis untuk perdagangan.
Prasasti Telaga
Batu Prasasti itu menyebutkan tentang kutukan raja terhadap siapa saja yang
tidak taat terhadap Raja Sriwijaya dan juga melakukan tindakan kejahatan.
Prasasti Talang Tuwo Prasasti berangka
tahun 684 M. itu menyebutkan tentang pembuatan Taman Srikesetra atas perin¬tah
Raja Dapunta Hyang.
Prasasti Kota Kapur Prasasti berangka tahun
686 M. itu menyebutkan bahwa
Kerajaan Sriwijaya berusaha untuk
menaklukkan Bumi Jawa yang tidak setia kepada Kerajaan Sriwijaya. Prasasti
tersebut ditemukan di Pulau Bangka.
Prasasti Karang Berahi Prasasti berangka
tahun 686 M. itu ditemukan di daerah pedalaman Jambi, yang menunjukkan
penguasaan Kerajaan Sriwijaya atas daerah itu.
Prasasti Ligor Prasasti berangka tahun 775
M. itu menyebutkan tentang ibukota Ligor dengan tujuan untuk mengawasi
pelayaran dan perdagangan di Selat Malaka.
Prasasti Nalanda Prasasti ini menyebutkan
Raja Balaputra Dewa sebagai raja terakhir dari Dinasti Syailendra yang terusir
dari Jawa Tengah akibat kekalahannya melawan Kerajaan Mataram dari Dinasti
Sanjaya. Dalam prasasti itu, Balaputra Dewa meminta kepada Raja Nalanda agar
mengakui haknya atas Dinasti Syailendra. Prasasti ini juga menyebutkan bahwa
Raja Dewa Paladewa berkenan membebaskan 5 desa dari pajak untuk membiayai para
mahasiswa Sriwijaya yang belajar di Nalanda.
C. Kehidupan Politik
Dalam
perkembangan sejarah Indonesia, Kerajaan Sriwijaya merupakan sebuah kerajaan
besar yang megah dan jaya di masa lampau. Namun, tidak semua raja yang pernah
memerintah meninggalkan prasasti. Raja-raja yang berhasil diketahui pernah
memerintah Kerajaan Sriwijaya adalah sebagai berikut.
Raja Dapunta
Hyang Berita mengenai raja ini diketahui melalui Prasasti Kedukan Bukit (683
M). Pada masa pemerintahannya. Raja Dapunta Hyang telah berhasil memperluas
wilayah kekuasaannya sampai ke wilayah Jambi, yaitu dengan menduduki wilayah
Minangatamwan. Sejak awal pemerintahannya. Raja Dapunta Hyang telah
mencita-citakan agar Kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan maritim.
Raja Balaputra
Dewa Pada masa pemerintahan Balaputra Dewa, Kerajaan Sriwijaya mengalami masa
kejayaannya. Pada awalnya. Raja Balaputra Dewa adalah raja dari Kerajaan
Syailendra (di Jawa Tengah). Ketika terjadi perang saudara di Kerajaan
Syailendra antara Balaputra Dewa dan Pramodhawardani (kakaknya) yang dibantu
oleh Rakai Pikatan (Dinasti Sanjaya), Balaputra Dewa mengalami kekalahan.
Akibat kekalahan itu. Raja Balaputra Dewa lari ke Sriwijaya. Di Kerajaan
Sriwijaya berkuasa Raja Dharma Setru (kakak dari ibu Raja Balaputra Dewa) yang
tidak memiliki keturunan, sehingga kedatangan Raja Balaputra Dewa di Kerajaan
Sriwijaya disambut baik. Kemudian, ia diangkat menjadi raja.
Pada masa pemerintahan Raja Balaputra Dewa,
Kerajaan Sriwijaya berkembang pesat. Raja Balaputra Dewa meningkatkan kegiatan
pelayaran dan perdagangan rakyat Sriwijaya.
Raja Sanggrama
Wijayatunggawarman. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Sriwijaya mengalami
ancaman dari Kerajaan Chola. Di bawah Raja Rajendra Chola, Kerajaan Chola
melakukan serangan dan berhasil merebut Kerajaan Sriwijaya. Sanggrana
Wijayattunggawarman berhasil ditawan. Namun pada masa pemerintahan Raja
Kulottungga I di Kerajaan Chola, Raja Sanggrama Wijayattunggawarman dibebaskan
kembali.
D. Wilayah Kekuasaan Kerajaan Sriwijaya
Pada awal
pertumbuhannya, Kerajaan Sriwijaya mengadakan perluasan wilayah kekuasaan ke
daerah-daerah sekitamya. Setelah berhasil menguasai Palembang, ibukota Kerajaan
Sriwijaya dipindah dari Muara Takus ke Palembang. Dari Palembang, Kerajaan
Sriwijaya dengan mudah dapat menguasai daerah-daerah di sekitamya seperti
Bangka, Jambi Hulu dan mungkin juga Jawa Barat (Tammanegara). Maka dalam abad
ke-7 M, Kerajaan Sriwijaya telah berhasil menguasai kunci-kunci jalan
perdagangan yang penting seperti Selat Sunda, Selat Bangka, Selat Malaka, dan
Laut Jawa bagian barat.
Pada abad ke-8 M, perluasan Kerajaan
Sriwijaya ditujukan ke arah utara, yaitu menduduki Semenanjung Malaya dan Tanah
Genting Kra. Pendudukan terhadap daerah Semenanjung Malaya bertujuan untuk
menguasai daerah penghasil lada dan timah. Sedangkan pendudukan terhadap Tanah
Genting Kra bertujuan untuk menguasai jalur perdagangan antara Cina dan India.
Tanah Genting Kra sering digunakan oleh para pedagang untuk menye-berang dari
perairan Laut Hindia ke Laut Cina Selatan, untuk menghindari persinggahan di
pusat Kerajaan Sriwijaya.
Pada akhir abad ke-8 M, Kerajaan Sriwijaya telah
berhasil menguasai seluruh jalur perdagangan di Asia Tenggara, baik yang
melalui Selat Sunda maupun Selat Malaka, Selat Karimata, dan Tanah Genting Kra.
Dengan wilayah kekuasaan itu, Kerajaan Sriwijaya menjadi Kerajaan Laut terbesar
di Asia Tenggara.
E. Sriwijaya sebagai Negara Maritim
Berita tentang
Kerajaan Sriwijaya berasal dari seorang musafir Cina bernama I-tsing (671 M).
Berita lain berasal dari tahun 683 M dengan ditemukannya Prasasti Kedukan Bukit
di Bukit Sigutang (dekat Palembang).
Prasasti mi menyebutkan bahwa seorang raja
yang bijaksana berlayar ke luar negeri untuk mencari kekuatan gaib. Usaha besar
yang dimaksudkan itu adalah perjalanan ekspedisi Raja Sriwijaya yang berhasil
dengan gemilang menaklukan Bangka dan Melayu (di Jambi).
Prasasti Kota
Kapur (686 M) yang ditemukan di Pulau Bangka menyata-kan bahwa penduduk Pulau
Bangka tunduk pada Kerajaan Sriwijaya. Diberitakan pula bahwa Kerajaan
Sriwijaya telah melakukan ekspedisi ke Pulau Jawa. Perluasan yang dilakukan
Kerajaan Sriwijaya bertujuan untuk menguasai jalur perdagangan di Selat Malaka
dan Selat Sunda, yang merupa-kan jalur pelayaran dan perdagangan yang penting.
Keberhasilan Kerajaan Sriwijaya berkuasa atas semua selat itu menjadikannya
sebagai penguasa tunggal jalur aktivitas perdagangan dunia yang melalui Asia
Tenggara.
Armada Kerajaan
Sriwijaya yang kuat dapat menjamin keamanan aktivitas pelayaran dan
perdagangan. Armada Sriwijaya juga dapat memaksa perahu dagang untuk singgah di
pusat atau di bandar Kerajaan Sriwijaya. Semakin ramainya aktivitas pelayaran
perdagangan mengakibatkan Kerajaan Sriwijaya menjadi tempat pertemuan para
pedagang atau pusat perdagangan di Asia Tenggara. Pengaruh dan peranan Kerajaan
Sriwijaya semakin besar di laut. Bahkan para pedagang dari Kerajaan Sriwijaya
juga melakukan hubungan sampai di luar wilayah Indonesia, sampai ke Cina di
sebelah utara/ atau Laut Merah dan Teluk Persia di sebelah barat.
F. Hubungan Luar Negeri
Kerajaan
Sriwijaya menjalin hubungan baik dengan kerajaan-kerajaan di luar Indonesia, terutama
dengan kerajaan-kerajaan yang berada di India, seperti Kerajaan Pala (Nalanda)
di Benggala dan Kerajaan Cholamandala di pantai timur India Selatan.
D Sriwijaya dan Pala
Sekitar abad ke-8 M hingga abad ke-11 M
daerah Benggala diperintah oleh raja-raja dari Dinasti Pala. Seorang rajanya
yang terbesar bernama Raja Dewa Paladewa (abad ke-9 M). Hubungan Kerajaan
Sriwijaya dengan Kera¬jaan Pala amat baik, terutama dalam bidang kebudayaan dan
agama. Kedua kerajaan ini menganut agama Buddha. Banyak Bhiksu dari Kerajaan
Sriwijaya belajar agama di perguruan tinggi Nalanda. Hubungan baik ini
dibuktikan dengan Prasasti Nalanda (860 M). Di samping pembebasan lima desa
dari pajak, prasasti itu juga berisi pernyataan bahwa Raja Balaputra Dewa
terusir dari Kerajaan Syailendra akibat kalah perang melawan kakaknya
Pramo-dhawardani dan kemudian diangkat menjadi raja di Kerajaan Sriwijaya.
Dengan demikian, hubungan dengan Kerajaan Pala adalah untuk mendapat-kan
dukungan dalam memperkuat kedudukannya menjadi raja di Sriwijaya.
Sriwijaya dan Cholamandala
Pada awalnya hubungan kedua kerajaan itu
amat baik. Raja Sriwijaya yang bernama Sanggrama Wijayattunggawarman mendirikan
satu biara (1006 M) di Kerajaan Chola untuk tempat tinggal para bhiksu dari
Kerajaan Sriwijaya.
Persahabatan
kedua kerajaan berubah menjadi permusuhan akibat persaingan di bidang pelayaran
dan perdagangan. Raja Rajendra Chola yang berkuasa di Kerajaan Chola melakukan
dua kali serangan ke Kerajaan Sriwijaya. Serangan pertama tahun 1007 M
mengalami kegagalan. Namun, serangan kedua (1023/1024 M) berhasil merebut kota
dan bandar-bandar penting Kerajaan Sriwijaya/ bahkan Raja Sanggrama
Wijayattunggawarman berhasil ditawan.
Serangan itu tidak mengakibatkan terjadinya
penjajahan, karena tujuannya hanya membinasakan armada Kerajaan Sriwijaya. Jika
kekuatan Kerajaan Sriwijaya berhasil ditaklukkan, maka jaringan pelayaran
perdagangan di wilayah Asia Tenggara hingga India dapat dikuasai oleh Kerajaan
Chola.
Walaupun
serangan Kerajaan Chola tidak mematikan Kerajaan Sriwijaya, tetapi untuk
sementara kekuatan Sriwijaya lumpuh. Kelumpuhan Kerajaan Sriwijaya merupakan
peluang baik bagi Airlangga di Jawa Timur yang dengan cepat menyusun kekuatan
angkatan perangnya, baik di darat maupun di laut. Dalam waktu singkat keruntuhan
Kerajaan Dharmawangsa dapat ditegakkan kembali, sehingga ketika kekuatan
Kerajaan Sriwijaya pulih kembali, di Jawa Timur telah berdiri negara besar dan
kuat, sebagai saingannya.
G. Mundurnya Kerajaan Sriwijaya
Pada akhir abad ke-13 M, Kerajaan Sriwijaya
mengalami kemunduran. Hal ini disebabkan oleh faktor politik dan ekonomi.
Faktor Politik
Kedudukan Kerajaan Sriwijaya makin terdesak, karena munculnya kerajaan-kerajaan
besar yang juga memiliki kepentingan dalam dunia perdagangan, seperti Kerajaan
Siam di sebelah utara. Kerajaan Siam memperluas kekuasaannya ke arah selatan
dengan menguasai daerah-daerah di Semenanjung Malaka termasuk Tanah Genting
Kra. Jatuhnya Tanah Genting Kra ke dalam kekuasaan Kerajaan Siam mengakibatkan
kegiatan pelayaran perdagangan di Kerajaan Sriwijaya semakin berkurang.
Dari daerah
timur, Kerajaan Sriwijaya terdesak oleh perkembangan Kerajaan Singasari, yang
pada waktu itu diperintah oleh Raja Kertanegara. Kerajaan Singasari yang
berdta-cita menguasai seluruh wilayah Nusantara mulai mengirim ekspedisi ke
arah barat yang dikenal dengan istilah Ekspedisi Pamalayu. Dalam ekspedisi ini,
Kerajaan Singasari mengadakan pendudukan terhadap Kerajaan Melayu, Pahang, dan
Kalimantan, sehingga mengakibatkan kedudukan Kerajaan Sriwijaya makin terdesak.
Faktor Ekonomi
Para pedagang yang melakukan aktivitas perdagangan di Kerajaan Sriwijaya
semakin berkurang, karena daerah-daerah strategis yang pernah dikuasai oleh
Kerajaan Sriwijaya telah jatuh ke kekuasaan raja-raja sekitarnya. Akibatnya,
para pedagang yang melakukan penyeberangan ke Tanah Genting Kra atau yang
melakukan kegiatan ke daerah Melayu (sudah dikuasai Kerajaan Singasari) tidak
lagi melewati wilayah kekuasaan Sriwijaya. Keadaan seperti ini tentu mengurangi
sumber pendapatan kerajaan.
Dengan alasan
faktor politik dan ekonomi, maka sejak akhir abad ke-13 M Kerajaan Sriwijaya
menjadi kerajaan kecil dan wilayahnya terbatas pada daerah Palembang. Kerajaan
Sriwijaya yang kecil dan lemah akhirnya dihancurkan oleh Kerajaan Majapahit
tahun 1377 M.
SEJARAH KERAJAAN MAJAPAHIT DI INDONESIA
A . Letak
Geografis
Secara geografis
letak kerajaan Majapahit sangat strategis karena adanya di daerah lembah sungai
yang luas, yaitu Sungai Brantas dan Bengawan Solo, serta anak sungainya yang
dapat dilayari sampai ke hulu.
B . Sejarah
Terbentuknya Kerajaan Majapahit
Pada saat
terjadi serangan Jayakatwang, Raden Wijaya bertugas menghadang bagian utara,
ternyata serangan yang lebih besar justru dilancarkan dari selatan. Maka ketika
Raden Wijaya kembali ke Istana, ia melihat Istana Kerajaan Singasari hampir
habis dilalap api dan mendengar Kertanegara telah terbunuh bersama
pembesar-pembesar lainnya. Akhirnya ia melarikan diri bersama sisa-sisa
tentaranya yang masih setia dan dibantu penduduk desa Kugagu. Setelah merasa
aman ia pergi ke Madura meminta perlindungan dari Aryawiraraja. Berkat
bantuannya ia berhasil menduduki tahta, dengan menghadiahkan daerah tarik
kepada Raden Wijaya sebagai daerah kekuasaannya. Ketika tentara Mongol datang
ke Jawa dengan dipimpin Shih-Pi, Ike-Mise, dan Kau Hsing dengan tujuan
menghukum Kertanegara, maka Raden Wijaya memanfaatkan situasi itu untuk bekerja
sama menyerang Jayakatwang. Setelah Jayakatwang terbunuh, tentara Mongol
berpesta pora merayakan kemenanganya. Kesempatan itu pula dimanfaatkan oleh
Raden Wijaya untuk berbalik melawan tentara Mongol, sehingga tentara Mongol
terusir dari Jawa dan pulang ke negrinya. Maka tahun 1293 Raden Wijaya naik
tahta dan bergelar Sri Kertajasa Jayawardhana.
C . Raja-raja
Majapahit
1 . Kertajasa Jawardhana (1293 – 1309)
Merupakan pendiri kerajaan Majapahit, pada
masa pemerintahannya, Raden Wijaya dibantu oleh mereka yang turut berjasa dalam
merintis berdirinya Kerajaan Majapahit, Aryawiraraja yang sangat besar jasanya
diberi kekuasaan atas sebelah Timur meliputi daerah Lumajang, Blambangan. Raden
Wijaya memerintah dengan sangat baik dan bijaksana. Susunan pemerintahannya
tidak berbeda dengan susunan pemerintahan Kerajaan Singasari.
2 . Raja Jayanegara (1309-1328)
Kala Gemet naik tahta menggantikan ayahnya
dengan gelar Sri Jayanegara. Pada Masa pemerintahannnya ditandai dengan
pemberontakan-pemberontakan. Misalnya pemberontakan Ranggalawe 1231 saka,
pemberontakan Lembu Sora 1233 saka, pemberontakan Juru Demung 1235 saka, pemberontakan
Gajah Biru 1236 saka, Pemberontakan Nambi, Lasem, Semi, Kuti dengan peristiwa
Bandaderga. Pemberontakan Kuti adalah pemberontakan yang berbahaya, hampir
meruntuhkan Kerajaan Majapahit. Namun semua itu dapat diatasi. Raja Jayanegara
dibunuh oleh tabibnya sendiri yang bernama Tanca. Tanca akhirnya dibunuh pula
oleh Gajah Mada.
3 . Tribuwana Tunggadewi (1328 – 1350)
Raja Jayanegara meninggal tanpa
meninggalkan seorang putrapun, oleh karena itu yang seharusnya menjadi raja
adalah Gayatri, tetapi karena ia telah menjadi seorang Bhiksu maka digantikan
oleh putrinya Bhre Kahuripan dengan gelar Tribuwana Tunggadewi, yang dibantu
oleh suaminya yang bernama Kartawardhana. Pada tahun 1331 timbul pemberontakan
yang dilakukan oleh daerah Sadeng dan Keta (Besuki). Pemberontakan ini berhasil
ditumpas oleh Gajah Mada yang pada saat itu menjabat Patih Daha. Atas jasanya
ini Gajah Mada diangkat sebagai Mahapatih Kerajaan Majapahit menggantikan Pu
Naga. Gajah Mada kemudian berusaha menunjukkan kesetiaannya, ia bercita-cita
menyatukan wilayah Nusantara yang dibantu oleh Mpu Nala dan Adityawarman. Pada
tahun 1339, Gajah Mada bersumpah tidak makan Palapa sebelum wilayah Nusantara
bersatu. Sumpahnya itu dikenal dengan Sumpah Palapa, adapun isi dari amukti
palapa adalah sebagai berikut :”Lamun luwas kalah nusantara isum amakti palapa,
lamun kalah ring Gurun, ring Seram, ring Sunda, ring Palembang, ring Tumasik,
samana sun amukti palapa”. Kemudian Gajah Mada melakukan penaklukan-penaklukan.
4 . Hayam Wuruk
Hayam Wuruk naik tahta pada usia yang
sangat muda yaitu 16 tahun dan bergelar Rajasanegara. Di masa pemerintahan
Hayam Wuruk yang didampingi oleh Mahapatih Gajah Mada, Majapahit mencapai
keemasannya. Dari Kitab Negerakertagama dapat diketahui bahwa daerah kekuasaan
pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, hampir sama luasnya dengan wilayah
Indonesia yang sekarang, bahkan pengaruh kerajaan Majapahit sampai ke
negara-negara tettangga. Satu-satunya daerah yang tidak tunduk kepada
kekuasaaan Majapahit adalah kerajaan Sunda yang saat itu dibawah kekuasaan Sri
baduga Maharaja. Hayam Wuruk bermaksud mengambil putri Sunda untuk dijadikan
permaisurinya. Setelah putri Sunda (Diah Pitaloka) serta ayahnya Sri Baduga
Maharaja bersama para pembesar Sunda berada di Bubat, Gajah Mada melakukan tipu
muslihat, Gajah Mada tidak mau perkawinan Hayam Wuruk dengan putri Sunda
dilangsungkan begitu saja. Ia menghendaki agar putri Sunda dipersembahkan
kepada Majapahit (sebagai upeti). Maka terjadilah perselisihan paham dan
akhirnya terjadinya perang Bubat. Banyak korban dikedua belah pihak, Sri Baduga
gugur, putri Sunda bunuh diri.
Tahun 1364 Gajah Mada meninggal, Kerajaan
Majapahit kehilangan seorang mahapatih yang tak ada duanya. Untuk memilih
penggantinya bukan suatu pekerjaan yang mudah. Dewan Saptaprabu yang sudah
beberapa kali mengadakan sidang untuk memilih pengganti Gajah Mada akhirnya
memutuskan bahwa Patih Hamungkubhumi Gajah Mada tidak akan diganti “untuk
mengisi kekosongan dalam pelaksanaan pemerintahan diangkat Mpu Tandi sebagais
Wridhamantri, Mpu Nala sebagai menteri Amancanegara dan patih dami sebagai
Yuamentri. Raja Hayam Wuruk meninggal pada tahun 1389.
5 .Wikramawardhana
Putri mahkota Kusumawardhani yang naik
tahta menggantikan ayahnya bersuamikan Wikramawardhana. Dalam prakteknya
Wikramawardhanalah yang menjalankan roda pemerintahan. Sedangkan Bhre Wirabhumi
anak Hayam Wuruk dari selir, karena Bhre Wirabhumi (Putri Hayam Wuruk) dari
selir maka ia tidak berhak menduduki tahta kerajaan walaupun demikian ia masih
diberi kekuasaan untuk memerintah di Bagian Timur Majapahit , yaitu daerah
Blambangan. Perebutan kekuasaan antara Wikramawardhana dengan Bhre Wirabhumi
disebut perang Paregreg.
Wikramawardhana meninggal tahun 1429,
pemerintahan raja-raja berikutnya berturut-turut adalah Suhita, Kertawijaya,
Rajasa Wardhana, Purwawisesa dan Brawijaya V, yang tidak luput ditandai
perebutan kekuasaan.
Sumber Sejarah
Sumber sejarah mengenai berdiri dan
berkembangnya kerajaan Majapahit berasal dari berbagai sumber yakni :
Prasasti Butok (1244 tahun). Prasasti ini
dikeluarkan oleh Raden Wijaya setelah ia berhasil naik tahta kerajaan. Prasasti
ini memuat peristiwa keruntuhan kerajaan Singasari dan perjuangan Raden Wijaya
untuk mendirikan kerajaan
Kidung Harsawijaya dan Kidung Panji
Wijayakrama, kedua kidung ini menceritakan Raden Wijaya ketika menghadapi musuh
dari kediri dan tahun-tahun awal perkembangan Majapahit
Kitab Pararaton, menceritakan tentang
pemerintahan raja-raja Singasari dan Majapahit
Kitab Negarakertagama, menceritakan tentang
perjalanan Rajam Hayam Wuruk ke Jawa Timur.
Kehidupan Politk
Majapahit selalu menjalankan politik
bertetangga yang baik dengan kerajaan asing, seperti Kerajaan Cina, Ayodya
(Siam), Champa dan Kamboja. Hal itu terbukti sekitar tahun 1370 – 1381,
Majapahit telah beberapa kali mengirim utusan persahabatan ke Cina. Hal itu
diketahui dari berita kronik Cina dari Dinasti Ming.
Raja kerajaan Majapahit sebagai negarawan
ulung juga sebagai politikus-politikus yang handal. Hal ini dibuktikan oleh
Raden Wiajaya, Hayam Wuruk, dan Maha Patih Gajahmada dalam usahanya mewujudkan
kerajaan besar, tangguh dan berwibawa. Struktur pemerintahan di pusat
pemerintahan Majapahit :
1. Raja
2. Yuaraja atau Kumaraja (Raja Muda)
3. Rakryan Mahamantri Katrini
a. Mahamantri i-hino
b. Mahamantri i –hulu
c. Mahamantri i-sirikan
4. Rakryan Mahamantri ri Pakirakiran
a. Rakryan Mahapatih
(Panglima/Hamangkubhumi)
b. Rakryan Tumenggung (panglima Kerajaan)
c. Rakryan Demung (Pengatur Rumah Tangga
Kerajaan)
d. Rakryan Kemuruhan (Penghubung dan
tugas-tugas protokoler) dan
e. Rakryan Rangga (Pembantu Panglima)
5. Dharmadyaka yang diduduki oleh 2 orang,
masing-masing dharmadyaka dibantu oleh sejumlah pejabat keagamaan yang disebut
Upapat. Pada masa hayam Wuruk ada 7 Upapati.
Selain
pejabat-pejabat yang telah disebutkan dibawah raja ada sejumlah raja daerah
(paduka bharata) yang masing-masing memerintah suatu daerah. Disamping
raja-raja daerah adapula pejabat-pejabat sipil maupun militer. Dari susunan
pemerintahannya kita dapat melihat bahwa sistem pemerintahan dan kehidupan
politik kerjaan Majapahit sudah sangat teratur.
Kehidupan Sosial Ekonomi dan Kebudayaan
Hubungan persahabatan yang dijalin dengan
negara tentangga itu sangat mendukung dalam bidang perekonomian (pelayaran dan
perdagangan). Wilayah kerajaan Majapahit terdiri atas pulau dan daerah
kepulauan yang menghasilkan berbagai sumber barang dagangan.
Barang dagangan
yang dipasarkan antara lain beras, lada, gading, timah, besi, intan, ikan,
cengkeh, pala, kapas dan kayu cendana.
Dalam dunia perdagangan, kerajaan Majapahit
memegang dua peranan yang sangat penting.
Sebagai kerajaan Produsen – Majapahit
mempunyai wilayah yang sangat luas dengan kondisi tanah yang sangat subur.
Dengan daerah subur itu maka kerajaan Majapahit merupakan produsen barang
dagangan.
Sebagai Kerajaan
Perantara – Kerajaan Majapahit membawa hasil bumi dari daerah yang satu ke
daerah yang lainnya. Keadaan masyarakat yang teratur mendukung terciptanya
karya-karya budaya yang bermutu. bukti-bukti perkembangan kebudayaan di
kerajaan Majapahit dapat diketahui melalui peninggalan-peninggalan berikut ini
:
Candi : Antara lain candi Penataran (Blitar), Candi
Tegalwangi dan candi iTkus (Trowulan).
Candi
Tikus Candi Brahu
Sastra : Hasil sastra zaman Majapahit dapat
kita bedakan menjadi
Sastra Zaman Majapahit Awal
Kitab Negarakertagama, karangan Mpu
Prapanca
Kitab Sutasoma, karangan Mpu Tantular
Kitab Arjunawiwaha, karangan Mpu Tantular
Kitab Kunjarakarna
Kitab Parhayajna
Sastra Zaman Majapahit Akhir
Hasil sastra
zaman Majapahit akhir ditulis dalam bahasa Jawa Tengah, diantaranya ada yang
ditulis dalam bentuk tembang (kidung) dan yang ditulis dalam bentuk gancaran
(prosa). Hasil sastra terpenting antara lain :
Kitab Prapanca, isinya menceritakan
raja-raja Singasari dan Majapahit
Kitab Sundayana, isinya tentang peristiwa
Bubat
Kitab Sarandaka, isinya tentang
pemberontakan sora
Kitab Ranggalawe, isinya tentang
pemberontakan Ranggalawe
Panjiwijayakrama, isinya menguraikan
riwayat Raden Wijaya sampai menjadi raja
Kitab Usana Jawa, isinya tentang penaklukan
Pulau Bali oleh Gajah Mada dan Aryadamar, pemindahan Keraton Majapahit ke
Gelgel dan penumpasan raja raksasa bernama Maya Denawa.
Kitab Usana Bali, isinya tentanng kekacauan
di Pulau Bali.
Selain kitab-kitab tersebut masih ada lagi
kitab sastra yang penting pada zaman Majapahit akhir seperti Kitab
BAB 3
DAFTAR PUSTAKA
v Buku Paket Sejarah
mana asal mula terbentuknya prasasti
BalasHapus